Perjuangan Penghulu Rasyid di Banua Lawas

Perjuangan Penghulu Rasyid di Banua Lawas

 Ditulis oleh : Dharma Setyawan, S.Pd

Penghulu Rasyid Pemimpin Agama yang Angkat Senjata

Penghulu Rasyid adalah salah seorang di antara sejumlah ulama Islam yang  bangkit bergerak berjuang mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dalam  Perang Banjar di bawah kepemimpinan Sultan Hidayatullah Al-Watsiqubillah.

Ayah dari Penghulu Haji Rasyid bernama Ma’ali adalah penduduk kampung Telaga Itar. Penghulu Haji Rasyid diperkirakan lahir sekitar tahun 1815. Pada waktu terjadi  Perang Banjar dan perjuangan yang menghangat di seluruh wilayah Banua Lima  tahun 1859 sampai tahun 1862, Rasyid berumur 50 tahun.

Sejak kecil ia mempunyai ciri-ciri kepemimpinan dan mempunyai kepribadian yang tinggi.  Oleh karena pengetahuan agama Islam yang dimiliki disertai dengan amaliah yang kuat,  maka Haji Rasyid dijadikan sebagai pemimpin agama dengan sebutan Penghulu, selanjutnya ia dikenal sebagai Penghulu Haji Rasyid.

Sebagai seorang pimpinan agama Penghulu Haji Rasyid tergerak hati patriotismenya untuk membela negara Kesultanan Banjar yang dijajah Belanda. Penghulu Rasyid dan para ulama lainnya mengorbankan semangat juang,  sebagai gerakan Baratib Baamal. Gerakan Baratib Baamal ini meliputi hampir seluruh Banua Lima dengan pusat  kegiatan di masjid dan langgar (surau).

Pertempuran Banua Lawas 

Pimpinan Baratib Baamal pimpinan Penghulu Haji Rasyid dan Haji Bador di Banua Lawas pertama kali terlibat dalam  pertempuran menghadapi serdadu Belanda di Habang pada tanggal 8 Oktober 1861. Pertempuran kedua di Krimiang  dan yang ketiga pada tanggal 18 Oktober 1861 di Banua Lawas. Anak buah Haji Bador di Banua Lawas memusatkan  kekuatannya di Masjid, berjumlah ratusan orang.

Sambil mengucapkan zikir dan parang di tangan mereka maju menyerbu serdadu Belanda tanpa ragu dan penuh keberanian. Terjadi perang bergumul dan berhasil menewaskan 3 orang  serdadu Belanda. Kapten Thelen mundur ke Kalua dan minta bantuan serdadu Belanda di Amuntai.

Serdadu dari  Amuntai datang menyerbu. Akan tetapi setelah sampai di masjid Kalua, serdadu Belanda mendapat serangan gencar dengan  tembakan senapan dan lila dari pengikut Haji Bador. Besok harinya terjadi lagi pertempuran di Banua Lawas. Pertempuran sengit ini mengakibatkan banyak jatuh korban. Tidak kurang dari 160 orang pengikut Haji Bador  di antaranya tewas sebagai syuhada. 

Pertempuran Banua Lawas 15 Desember 1861 

Pertempuran terakhir di Banua Lawas terjadi pada 15 Desember 1861. Belanda mengepung Pasar Arba Banua Lawas  dengan menggunakan kapal perang Van Os melalui Sungai Anyar. Serdadu dari Amuntai mengepung dari segala  penjuru. Belanda menggunakan segala cara untuk menaklukkan dan melumpuhkan perjuangan Penghulu Haji Rasyid. 

Di antara cara itu adalah dengan mendatangkan pasukan Dayak Maanyan dari Tamiang Layang dibawah pimpinan  Tumenggung Jailan yang bergelar Tumenggung Jaya Karti. Tumenggung Jailan ini terkenal berani seperti juga Suta Ono yang berjasa membantu Belanda untuk melumpuhkan perjuangan Pangeran Antasari.

Hadiah untuk Kepala Penghulu Rasyid

Taktik lain diantaranya dengan memberi pengumuman kepada barang siapa yang berhasil memotong kepala Penghulu Haji Rasyid dengan imbalan hadiah f 1.000,- di samping pembebasan pajak 7 turunan.

Kubu pertahanan Penghulu Abdul Rasyid dibumihanguskan oleh Belanda. Banyak sekali korban berjatuhan gugur sebagai kesuma bangsa menjadi  syuhada. Penghulu Haji Rasyid tumitnya kena tembak sehingga dia terpaksa menghindarkan diri dari medan pertempuran. Meski dalam persembunyian dia masih sempat membunuh beberapa orang serdadu Belanda dan  pengikutnya yang tersesat.

Pengkhianatan oleh Orang Terdekat

Tergiur hadiah f 1.000,- dan pembebasan pajak selama 7 turunan, teman seperjuangan dan keluarganya sendiri Teja Kusuma menghianati perjuangan bangsa dan memenggal kepala Penghulu Abdul  Rasyid yang sudah tidak berdaya lagi. Puteri dari Penghulu Haji Rasyid sendiri membela kematian ayahnya dan berhasil  menembak mati Teja Kusuma sehingga berhasil merebut kepala ayahnya. Akan tetapi setelah  kepala tersebut diambilnya, dia pingsan dikarenakan melihat ayahnya yang hanya kepalanya saja.  

Akhirnya Kepala Penghulu Haji Rasyid tersebut berhasil direbut oleh orang-orang yang menginginkan hadiah f 1.000,- dan menyerahkannya kepada Belanda. Jenazah Penghulu Haji Rasyid dimakamkan tanpa kepala di dekat Masjid Pusaka Banua Lawas.  

Kabarnya uang 1.000 Gulden dimaksud yang diterima oleh penghianat hanya f. 500, sedang selebihnya dibagi-bagikan oleh serdadu Belanda yang telah berusaha juga mendapatkannya. Jenazah Penghulu Rasyid dimakamkan pada sore Jumat (setelah solat Ashar) di samping Mesjid Banua Lawas pada tahun 1865 dalam usia 50 tahun. 

Beliau berpulang ke rahmatullah dengan meninggalkan bukti-bukti sejarah perjuangan yang tidak kecil artinya. Bukti ini tentunya memberikan semangat daya juang bagi anak cucu sebagai generasi perjuangan bangsa, sehingga tercapai wujud  kemerdekaan yang diidamkan oleh seluruh Bangsa Indonesia.