Datu Aling dan Lahirnya Gerakan Muning

Datu Aling dan Lahirnya Gerakan Muning

Konflik kaum bangsawan yang mengakibatkan timbulnya kekacauan ekonomi, lebih-lebih setelah Belanda ikut campur tangan dalam Kerajaan Banjar. Kehidupan ekonomi kerajaan merosot, sedangkan keperluan istana serta kaum bangsawan meningkat, mengakibatkan pajak dibebankan pada rakyat dengan dua kali lipat. Situasi ini menggelisahkan rakyat dan mengakibatkan timbulnya gerakan sosial untuk memperbaiki kepincangan serta ketidakadilan ini. Gerakan Muning yang berorientasikan pada nilai-nilai lama diharapkan mampu mencari jalan keluar dari ketidakadilan terscbut.

Di Desa Muning, Margasari (Kabupaten Tapin sekarang) terdapat seorang petani kaya yang bernama Aling. Dia termasuk terpandang, karena di samping kekayaannya ia seorang yang patuh menjalankan agama. Dia menderita penyakit kusta dan matanya hampir buta karena ketuaannya. Dia tinggal di Kampung Kumbayau dengan dua orang putera dan dua orang puterinya. Sebagai petani kaya dia juga menguasai perdagangan di desanya dengan memiliki beberapa buah jukung (perahu) dan jukung tiong (perahu besar) yang juga mengalami pajak dua kali lipat dibandingkan dengan sebelumnya. Pajak jukung tersebut dikenakan pada setiap orang yang memiliki kapal dipakai atau tidak. Selain itu ada bermacam-macam pajak lainnya, seperti pajak kepala, pajak nazar, pajak bakti, pajak hasil, pajak persepuluhan. Protes pernah diajukan oleh rakyat tetapi tidak pernah dihiraukan oleh pihak kerajaan.

Persoalan takhta yang dicampuri oleh Belanda diketahui oleh seluruh masyarakat dan menurut pendapat Aling kalau Sultan Tamjidillah bukanlah yang berhak berkuasa. Aling bertapa selama 40 hari 40 malam di sebuah pondok di tengahtengah sawah. Ketika ia telah merasa menerima suara gaib ia jatuh pingsan. Setelah siuman ia kembali ke tempat keluarganya dan mengumumkan kepada masyarakat bahwa Allah telah memberikan mukjizat kepadanya. Dia mengatakan kepada masyarakat bahwa mulai sekarang Tuhan telah memerintahkan bahwa semua orang harus menuruti perkataannya dan tidak ada orang yang lebih tinggi selain dia. Siapa tidak percaya atau ragu, begitu pula orang kafir (Belanda), harus mendapat hukuman dan dibasmi.

Berita tentang Aling tersebar luas dengan cepat dan rakyat menganggap bahwa Aling benar-benar sakti. Dalam waktu cepat pengikutnya sangat banyak. Setiap hari berdatangan orang menghormati Aling sebanyak antara 200 sampai 300 orang yang menghormati sebagai raja. Aling yang pada mulanya berstatus sebagai orang sakti, sekarang berubah menjadi pemimpin politik. Kampung Kumbayau diganti namanya dengan Tambai Mekah. Aling bergelar Panembahan Muda Datuk Aling dan dia memberi gelar-gelar kepada keluarganya. Sambang puteranya yang tertua bergelar Sultan Kuning; Ondang putera kedua bergelar Pangeran Surya Nata; Saranti puterinya bergelar Puteri Junjung Buih; Noramin bergelar Ratu Keramat; sedangkan suami Noramin bergelar Khalifah Rasul. Penakawannya diberi nama antara lain : Mangkubumi Kesuma Wijaya. Bayan Sumpit dan Taruntung Manau. Untuk melengkapi kerajaannya Panembahan Muda Datuk Aling mengangkat menteri-menterinya yang bergelar: Panglima Juntai di Langit, Garuntung Waluh, Panemba Sagara, Pembalah Batung. Kindue Muei dan Kindue Aji.

Dengan adanya susunan menterimenteri dan penakawan yang telah dilantiknya maka Aling menyamai struktur pemerintahan pusat Kerajaan Banjar dan bagi rakyat Aling adalah tokoh tandingan Sultan Tamjidillah.

Untuk mengecek berita tentang Aling ini, Pemerintah Belanda mengirim utusan yang terdiri dari Kiai Ganggang Suta dan Penghulu Tasin untuk menyelidiki Gerakan Muning. Kedua utusan Belanda itu menyaksikan tentang kesiapsiagaan di daerah Muning. Utusan itu disambut dengan 700 orang bersenjata dan disuruh berlutut di hadapan Sultan Kuning. Di depan rumah Sultan Kuning berkibar bendera kesultanan dengan warna kuning. Utusan Belanda itu merasa ngeri menyaksikan pasukan bersenjata yang siap siaga tersebut.

Pertemuan kelompok Pangeran Hidayat tanggal 3 Nopember 1857 bertempat di rumah Pangeran Hidayat menetapkan perlunya menghubungi Gerakan Muning supaya ada kesatuan gerakan dalam menghadapi Belanda. Pangeran Hidayat mengirim utusan pada tanggal 20 Maret 1859 ke Muning untuk menghubungi Datuk Aling yang terdiri dari : Pangeran Jantra Kesuma, Pangeran Antasari, Pangeran Syarif Husin, Pembekal Ali Akbar dan Pembekal Dukadir.

Utusan ini berhasil mengadakan pertemuan dengan Datuk Aling dan menghasilkan keputusan untuk bekerjasama dalam menghadapi Belanda. Aling mengusulkan agar dilakukan perkawinan antara puteri Aling, Puteri Junjung Buih dengan putera Antasari, Gusti Mohammad Said. Pertemuan selanjutnya diadakan di Tambai Mekah membicarakan masalah politik dan melakukan perkawinan politik antara puteri Aling dengan putera Pangeran Antasari meskipun dalam upacara itu Gusti Mohammad Said tidak hadir. Pertemuan itu dihadiri oleh tetuha kampung sedangkan di pihak Pangeran Antasari hadir pula Pangeran Jantra Kesuma, Pangeran Syarif Husin, Pembekal Ali Akbar dan Pembekal Dukadir. Perkawinan itu mengangkat derajat Aling dan di samping itu Aling mengharapkan agar Pangeran Antasari menyerahkan beberapa pusaka Kerajaan Banjar seperti keris “Naga Salira”, payung kuning”, dan kursi kuning‘” yang mempunyai nilai magis.

Gerakan sosial yang pada mulanya merupakan gerakan yang ingin memperbaiki status sosial sekarang berubah menjadi gerakan politik di mana Sultan Kuning memangku jabatan sebagai sultan dengan payung dan tandatanda kebesaran kerajaan. Rakyat diharuskan membayar pajak pada Sultan Kuning. Dia memiliki cap kerajaan dan rakyat terus-menerus mengalir menghadap padanya. Menurut laporan yang diterima Belanda dari mata-matanya, bahwa Pangeran Hidayat telah mewakilkan kepada Sultan Kuning untuk menerima pajak dan hadiah lainnya.

Dengan turut sertanya unsur-unsur agama, maka gerakan ini merupakan aksi suci. Perang melawan Belanda atau melawan orang kafir adalah perang sabil atau perang suci. Gerakan Muning mengutamakan latihan yang merupakan kesiapsiagaan perang menghadapi Belanda dan latihan perang itu adalah sebagai berikut. Dengan dipimpin oleh Sultan Kuning dan dengan kepulan asap dupa, pengikutnya membentuk lingkaran sedangkan Sultan Kuning di tengah lingkaran. Sultan Kuning memberikan contoh latihan perang-perangan. Mereka seperti menari-nari yang semakin lama semakin seru dan Sultan Kuning dengan pedang terhunus mengambil contoh untuk menyiksa orang Belanda. Dalam latihan perang-perangan itu pengikutnya dikuatkan mentalnya dengan jimat-jimat kekebalan dan obat penambah kekuatan. Dengan cara ini semua kekuatan rakyat dihimpun dan kesatuan tekad dihasilkan bahwa rakyat membenci Belanda.

 

(Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Selatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1983/1984. Tim Penulis Drs. Yustan Azidin, Drs H. Ramli Nawawi, Drs. A. Gazali Usman, Drs. Sunarto)