Kunjungan Kesultanan Banjar ke Kerajaan Belanda

Kunjungan Kesultanan Banjar ke Kerajaan Belanda

KESUNGGUHAN SULTAN KHAIRUL SALEH

Kesungguhan Sultan Khairul Saleh untuk membangkitkan kembali dan mengembangkan Kesultanan Banjar patut diapresiasi. Menyusul kunjungan muhibbah delegasi kesenian Kesultanan Banjar terdahulu dalam rangka Tong Tong Fair Mei 2011 di Den Haag Belanda yang cukup sukses dan mendapat sambutan meriah dari masyarakat Eropa, pemerintah dan warga Belanda, Sultan Khairul Saleh juga mengirimkan surat kepada Ratu Beatrix.

Sultan Khairul Saleh pernah memperlihatkan konsep surat tersebut di Martapura, yang intinya memberitahukan Ratu Batrix tentang eksistensi dan kebangkitan kembali Kesultanan Banjar setelah tenggelam selama +- 150 tahun. Diharapkan dari situ terbangun kesepahaman, persahabatan dan  interaksi positif, sehingga ke depan Kesultanan Banjar akan mendapatkan hal-haknya yang di masa penjajahan Belanda tentu banyak yang diambil dari banua Banjar.

Guna memastikan bahwa surat tersebut sampai dan dibaca oleh Ratu Beatrix, maka penyampaiannya tidak dengan cara biasa, melainkan menggunakan kurir setangan. Sultan Khairul Saleh menggunakan kerabat Kesultanan Banjar yang ada di Belanda untuk mengantarkan surat itu langsung kepada Ratu. Kerabat Kesultanan dari Belanda ini pun aktif datang setiap Kesultanan Banjar mengadakan perayaan milad.

Di antara kerabat Sultan Banjar di Belanda adalah Carla M. Meek Eisjsma, seorang peraih bintang tertinggi penegakan HAM dari Ratu Beatrix (Kerajaan Belanda). Ia adalah trah dari Pangeran Soerja Winata Bin Sultan Adam Bin Sultan Sulaiman, serta berkerabat dekat dengan Pangeran Muhammad Noor. Kakeknya Johannes Eisjsma telah memeluk Islam dan berkubur di Martapura. Ketika rombongan Sultan Banjar melawat ke Belanda 2011, juga berkesempatan menjenguk Carla yang saat itu sedang sakit di usianya yang sudah senja (83 tahun). Wanita itu sangat terharu atas kedatangan Sultan dan sangat merindukan Indonesia, Banjarmasin dan Martapura, di mana semasa kecil ia pernah tinggal berama keluarganya sebelum kemudian pulang ke negerinya setelah Indonesia merdeka.

Hal ini dinyatakan kembali oleh Sultan Khairul Saleh dalam acara silaturahim dan buka puasa bersama Lembaga Adat, Kekerabatan dan Kesultanan Banjar (LAKKB) di Swisbell-Hotel, 28 Agustus 2011. Forum ini sekaligus sebagai urun rembug penguatan dan pengayaan khazanah Kesultanan Banjar ke depan. Hadir pada acara ini di antaranya mantan Gubernur Datu HM Said, Datu Baderani, Pangeran Rusdi Effendi, Datu Ahmad Makkie, Datu Adjim Arijadi, Datu Suriansyah Ideham, sejumlah Datu Mangku Adat (DMA) dan Datu Cendekia Hikmadiraja (DCH), para tokoh dan peminat budaya Banjar.

RATU BEATRIX DAN INDONESIA

Seperti diketahui, yang berkuasa dan diangkat menjadi Ratu di Kerajaan Belanda sejak 1980 hingga 2013 adalah Ratu Beatrix. Ia adalah putri Ratu Juliana dari suaminya Pangeran Bernhard dan cucu dari Ratu Wilhelmina. Nama lengkapnya Beatrix Wilhelmina Armgrad van Oranje Nassau.

Rencana Belanda semula, Beatrix akan dijadikan Ratu Belanda sekaligus ratu di tanah jajahannya Hindia Belanda (Indonesia). Itu sebabnya ketika Beatrix kecil lahir 1938, ia dirayakan secara besar-besaran baik di Belanda sendiri maupun Indonesia. Para elit Belanda, priyayi Indonesia yang pro Belanda dan inlander dipaksa menyambutnya dengan sukacita. Eforia dan over estimate Belanda ini menyinggung perasaan sejumlah tokoh Indonesia pejuang kemerdekaan, karena perayaan meriah justru dilakukan juga di tanah jajahan. Belanda seolah yakin Indonesia akan terus berada dalam jajahannya.

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, berakibat rencana awal Belanda menjadikan Beatrix sebagai Ratunya Indonesia gagal total. Indonesia merdeka memposisikan kedua negara sama-sama berdaulat dan sederajat. Indonesia tidak lagi subordinat, anak jajahan maupun vazal Belanda. Menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) bersama Belanda pun, founding father kita tak mau.

Mengingat Belanda eks penjajah, banyak pemimpin Indonesia enggan berkunjung ke Belanda. Presiden Soekarno tak mau ke sana. Presiden Soeharto pernah, tetapi itu untuk membalas kunjungan Beatrix dan suaminya 1970. Presiden Megawati dan Abdurrahman Wahid pernah sekali melakukan kunjungan kenegaraan. Presiden SBY juga pernah tetapi tampak setengah hati, dan sempat membatalkan kunjungan sebelumnya karena ada elemen RMS anti Indonesia di Belanda yang mau mengadilinya.

Meskipun masa lalu hubungan Indonesia – Belanda banyak diwarnai ketegangan dan kenangan pahit, penuh darah, derita dan air mata, namun di masa Ratu Juliana dan Beatrix, banyak perubahan positif terjadi. Di antaranya, Belanda mengakui kedaulatan penuh Indonesia. Belakangan, Belanda juga menjadi Ketua  IGGI, organisasi pendanaan dunia yang punya misi membantu membangun ekonomi Indonesia.  Hanya Indonesia kadang tersinggung.  Pasalnya, Jan Pieter Pronk, Ketua IGGI era 1980/1990-an sering sekali keluar masuk kota-kota Indonesia hingga kawasan kumuh (slum area) dan suka mendikte agar Indonesia melakukan ini dan itu dengan dana yang mereka bantu. Pak Harto ingin bebas, tak mau diintervensi, akhirnya IGGI bubar.

Meski begitu, hubungan Indonesai Belanda makin hari makin baik. Selain menjadi salah satu negara donator untuk Indonesia, Belanda juga banyak berperan dalam kerjasama ekonomi, membantu beasiswa dan berbagai program pertukaran sosial budaya.

HUBUNGAN BANJAR – BELANDA

Equivalen dengan hubungan Indonesia – Belanda masa lalu yang kelam, hubungan Banjar – Belanda pun tak kalah kelamnya. Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda 11 Juni 1860. Setelah perang berkepanjangan hingga 45 tahun, pada 1905 perang berakhir dan Belanda berkuasa penuh atas wilayah eks Kerajaan/Kesultanan Banjar yang sangat luas. Tak cuma  rakyat Banjar yang menderita, kalangan istana Kesultanan Banjar pun terpecah belah, dibunuh, dibuang, ditekan, istananya dibakar dan berbagai penderitaan lain.

Saat Belanda menguasai Banjar adalah masa kritis bagi ekonomi Belanda pascakebangkrutan VOC 1789. Berbagai peperangan di negeri Belanda sendiri (Belanda sempat diduduki Perancis di bawah Napoleon Bonaparte kemudian dikalahkan Inggris), dan banyaknya perlawanan di Indonesia sendiri menjadikan Belanda hampir bangkrut. Karena itu berbagai kebijakan di tanah jajahan yang berhasil dikuasai sangat represif dan eksploitatif. Belanda melakukan monopoli perdagangan, kerja paksa dan setiap melakukan perjanjian dengan kerajaan yang dikalahkan amat kentara untuk kepentingan ekonomi-politik Belanda.

Sebagai contoh isi perjanjian kedua antara Sultan Adam dengan Belanda 1826 menyusul perjanjian pertama antara Sultan Nata Dilaga dengan Belanda terdahulu yang belum terlaksana. Di situ ditekankan Banjar hanya memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah VOC. Perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam, isinya Belanda dapat mencampuri pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi, yang mengakibatkan rusaknya adat atau kedaulatan kerajaan.

Perjanjian ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada 4 Mei 1826. Bersama Sultan Adam al-Watsiq Billah, perjanjian itu juga ditandatangani Pangeran Ratu (Putra Mahkota), Pangeran Mangkubumi, Pangeran Dipati, Pangeran Ahmad dan disaksikan para Pangeran lainnya. Selain menguasai sejumlah wilayah Banjar, Belanda memperoleh pajak penjualan intan sepersepuluh dari harga intan dan sepersepuluhnya untuk Sultan. Kalau ditemukan intan yang lebih dari 4 karat maka intan harus dibeli sultan, dan sepersepuluh dari harga jual diserahkan pada Belanda. Isi perjanjian yang sangat merugikan Banjar itu menjadi salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar 1859, pascawafatnya Sultan Adam 1857.

Tak lama setelah perang meletus, Belanda berhasil menguasai Banjarmasin dan Martapura (1860). Istana Sultan Banjar di kedua kota itu dibakar. Diperkirakan, di tengah rakusnya Belanda, sebelum dibakar harta benda istana yang amat berharga diambil lebih dahulu.  Apa dan berapa kekayaan Sultan Banjar yang dijarah Belanda, dan ke mana intan-intan besar yang dibeli sultan, kita tak pernah tahu. Yang jelas saat itu Kesulatanan Banjar sangat makmur dan menguasai hampir seluruh pulau Kalimantan. Upeti tahunan yang dulunya pernah dibayar Banjar kepada Demak saja sangat besar nilainya, apalagi harta yang dirampas Belanda.

PERJUANGAN JANGKA PANJANG

Kalau ada mekanismenya, tentu kita ingin harta itu kembali kepada yang berhak, dalam hak ini rakyat Banjar. Seperti halnya Jepang yang mengganti rugi perang dengan Korea dan Cina atau memberi tali asih para jugun ianfu (wanita budak nafsu tentara Jepang) di Indonesia. Tetapi saat ini kita tak bisa memaksa Belanda mengembalikan semua itu, sebab masanya sudah lama berlalu.

Target awal minimal Belanda memahami posisi Banjar, terutama terkait kebangkitan Kesultanan Banjar saat ini, dan usaha inilah salah satu yang dilakukan oleh Sultan Khairul Saleh.  Dan seperti disuarakan dalam forum LAKKB, kalau bisa hubungan yang dijalin dengan Belanda menyadarkan Belanda untuk mengembalikan apa-apa yang menjadi hak Banjar. Terutama yang terkait dengan aset fisik, misalnya peralatan keraton kesultanan, termasuk juga tengkorak kepala Demang Lehman, Panglima Batur dan Penghulu Rasyid yang menurut Yusirwan Bangsawan saat ini disimpan di Belanda. Artefak sejarah begini sangat penting dan lebih berharga bagi urang Banjar ketimbang bagi Belanda.

Tidak kalah pentingya berbagai dokumen, baik tentang perjanjian Sultan Banjar – Belanda dulu, kebijakan-kebijakan sultan, maupun hasil-hasil tulisan dan penelitian tentang Banjar di masa dulu, yang saat ini berada di Belanda. Jika itu berhasil dikembalikan ke Banjar, meskipun sekadar duplikat atau fotokopinya, itu amat berguna bagi kajian sejarah dan ilmiah Banjar. Ilmuwan kita tak harus riset ke Belanda untuk tujuan yang sama.

Kita harapkan hubungan Banjar – Belanda ke depan lebih baik dan saling menguntungkan. Dalam posisi sebagai Sultan Banjar, Sultan Khairul Saleh berhak menjalin hubungan budaya demikian. Semoga upaya Sultan Khairul Saleh ini mendapat dukungan dan sambutan positif semua pihak dan membawa hasil dan manfaat ke depan, yang akan dirasakan oleh anak cucu kita. Kita ingin mereka merasa bangga dan sadar bahwa Banjar pernah punya sebuah kerajaan/kesultanan besar dan tetap besar sampai akhir masa.